Harianwarna.ID, KOTABUMI – Polemik yang terjadi terkait sengketa tanah di Kantor Dinas Sosial lampung Utara telah menemukan titik temu. Pasalnya, pemerintah daerah tak mampu mengakomodir keinginan ahli waris untuk ganti rugi atas tanah yang telah berdiri bangunan eks kantor Departemen Transmigrasi, saat ini menjadi Dinas Sosial Lampung Utara. Itulah yang disampaikan Kepala Bidang (kabid) Aset Badan Pemgelolan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) lampung utara, A. Riskal Fistiawan, melalui seluler, Jum’at (28/2/2020).
Tawaran Ganti rugi yang mencapai 3 Milyard, kata dia, sangat tidak realistis dengan kondisi keuangan pemkab saat ini yang sedang menjalani pemulihan.”Pihak ahli waris tawarkan ganti rugi, dari mana kita mau bayarnya. Karena, dana sebesar itu sudah bisa bangun kantor yang lebih layak,” ujar Riskal.
Dia juga menjelaskan, sebelum dipakai Dinas Sosial, gedung tersebut milik kantor Departemen Transmigrasi. Seiring otonomi daerah, maka pada tahun 2000, aset itu dihibahkan pada pemerintah daerah lampura. Sayangnya, kata dia, pemerintah daerah tidak lamgsung membuat surat hibah. Sehingga, terjadi penyegelan.”ini yang menjadi akar masalah, kita tak mempunyai surat hibah. Makanya kita tak punya kekuatan, ketika ahli waris menyegel kantor itu,” bebernya.
Terpisah, Plt. Bupati lampura, H. Budi Utomo, SE,MM., mèngatakan hal yang sama. Masa lalu kantor Dinas Sosial adalah Kantor Transmigrasi. Seiring jalannya waktu proses regulasi, Prmerintah Pusat menyerahkan Transmigrasi ke Pemerintah Daerah.
“Kantor tersebut digunakan untuk Transmigrasi dan kemudian juga regulasi berubah. Dinas Sosial menjadi satu dengan Transmigrasi. Maka, kantor tersebut digunakan Dinas Sosial, tetapi kantor Dinas Sosial ada di sebelahnya,” jelasnya.
Saat ditanya bahwa pihak pemilik meminta ganti rugi kepada pihak pemerintah, Budi mengaku akan mempertimbangkannya terlebih dahulu. “Kita tidak tau awal sejarah gedung itu berdiri di sana yang lahannya milik Pak Sukijo tersebut. Nanti kita bahas bersama panitia anggaran. Bila perlu bersama aparat hukum juga.
Untuk diketahui, masalah ini muncul pada Juli 2019. Pemilik tanah menemui PLT. Bupati dengan membawa sertifikat sebagai bukti kepemilikan. (*)