New Normal atau kehidupan baru di tengah Pandemi covud-19, akan diberlakukan di Indonesia. Langkah ini banyak dinilai terlalu terburu-buru, sebab penyebaran virus corona grafiknya terus meningkat. Saya sependapat dengan statemen Puan Maharani di pojoksatu.id, pemerintah jangan terlalu terburu-buru memberlakukan New Normal. Sehingga, menimbulkan kebingungan baru di masyarakat. Artinya apa?, pemerintah harus melihat situasi yang akan terjadi (dampak) ditengah masyarakat.
Meskipun ada tatanan protokoler New Normal, masyarakat dibawah akan bingung dengan terlalu banyaknya aturan. Sebagai contoh pra New Normal saja, banyak masyatakat yang kurang memahami sosial maupun fhysical Distansing. Sehingga, keramaian terjadi dimana saja terutama dipusat perbelanjaan. Semestinya, langkah terbaik adalah menanamkan kesadaran diri pada masyarakat sebelum diberlakukannya New Normal.
Dilemanya, ketika kesadaran masyarakat tinggi akan covid-19. Timbul masalah baru, seperti terhentinya aktivitas mencari nafkah. Sementara, bantuan dari pemerintah yang diterima masyarakat tidak sepadan dengan penghasilan dan pengeluaran sehari-hari. Kekhawatiran, akan menimbulkan gejolak ekonomi ditengah pandemi.
Langkah pemerintah menerapkan new normal, sebenarnya baik. Namun, pemerintah harus mempunyai referensi negara mana yang sudah berhasil memberlakukan new normal. Sehingga, pemerintah tidak salah langkah dalam mengambil atau menerapkan suatu aturan ditengah masyarakat. Apalagi, Penyebaran virus corona sendiri terus meningkat dan belum ada tanda akan berakhir di Indonesia.
Ironinya, new normal sepertinya akan diberlakukan di beberapa daerah. Seperti yang disanpaikan menko perekonomian, Airlangga Hartarto, yang di kutip jawapos.com, ada 8 Provinsi yang memiliki indikasi akan memberlakukan new normal. Diantaranya, Aceh, Riau, Jambi, Kalimantan Utara, Maluku Utara, DKI Jakarta, Bali, dan Kepulauan Riau. Sebab, kedelapan provinsi tersebut merupakan daerah atau wilayah dengan daya tular (RO).
Kehidupan baru (new normal), harusnya dikaji ulang dan tidak terburu-buru. Meskipun penerapannya mengikuti protokoler, tidak semua masyarakat sadar akan hal tersebut. Terlebih lagi pada jiwa anak-anak, yang tidak memahami maksud dan tujuan new normal ketika diterapkan. (*)
Penulis : Rolly Johan, SH