Harianwarna.ID, Pesisir Barat –
Terkait Rencana pengurangan Tenaga Kontrak Daerah (TKD) oleh Sekretaris daerah Kabuoaten Pesisir Barat, Lingga Kusuma, ditentang DPRD setempat. Pasalnya, rencana itu di nilai sepihak oleh DPRD. Kepastian ini di dapat, dari hasil heraing yang di lakukan berapa kali namun tidak menemukan kesepakatan. Sehingga, DPRD Pesibar berinisiatif mengambil langkah dengan secara resmi membuka posko pengaduan. Demikian yang disampaikan Wakil Ketua II DPRD Pesibar, Aliyudiem, bersama Waka I dan belasan Anggota DPRD lainnya, di Gedung DPRD setempat, Senin (8/2/2021).
“Untuk menanggapi masalah ini, kami dari dewan siap menerima laporan mengenai pemberhentian atau pemutusan kontrak kerja. Buatkan saja laporan secara tertulis, agar kami segera menindaklanjutinya.” ujar Aliyudiem.
Mengingat banyaknya pengaduan bersipat “japri” (jalur pribadi) tentang adanya pemutusan hubungan kerja atau pemutusan kontrak, maka DPRD berani mengambil langkah.
“Dengan banyak pengaduan jalur pribadi, makanya kami bersama-sama mengambil keputusan secara kelembagaan untuk membuka posko pengaduan,” imbuhnya.
Kemudian Aliyudiem menjelaskan. DPRD memberi kemudahan. dengan cara laporan cukup ditulis tangan dan ditandatangani yang bersangkutan. Serta, di bubuhi informasi tentang nama, alamat, lama durasi bekerja, alamat tempat kerja atau OPD, nomor telepon dan tanggal lahir.
Seperti diberitakan sebelumnya, ribuan TKD di Kabupaten Pesisir Barat gundah gulana dengan terbitnya kebijakan Sekda Lingga Kusuma untuk mengurangi jumlah TKD. Tidak tanggung-tanggung, Sekkab berencana memangkas sampai separuh total alokasi anggaran untuk TKD.
Pada 2020 lalu, Pemkab Pesibar mengalokasikan dana sampai Rp38 Miliar untuk upah tenaga kontrak. Pada 2021 ini, anggaran itu turun menjadi Rp31 miliar saja.
“Tapi saya ingin yang terpakai hanya dua puluh miliar saja. Itu kan angka sebelum refokusing. Nanti bisa berubah kalau sudah refokusing. Tidak di angka tiga puluh satu miliar,” ujar Lingga Kusuma saat dimintai konfirmasinya seusai hearing Kamis (4/2) lalu.
Dengan pengurangan tersebut, jumlah TKD otomatis ikut merosot. Proyeksi sementara, pemerintah menyebutkan jumlah TKD diperkirakan hanya 2.600 orang saja. Padahal, pada Tahun 2020 jumlahnya mencapai 3.200 orang. Ironisnya, pemangkasan dilakukan dengan cara tes oleh masing-masing OPD.
Hal inilah, yang mendapat protes keras wakil rakyat. Dewan meminta tes dilakukan oleh pihak ketiga yang profesional dan independen, agar hasilnya bersih dari konflik kepentingan serta dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, dengan dalih keterbatasan anggaran, Sekkab mengaku pihaknya belum dapat melibatkan pihak ketiga dalam proses seleksi. Dalam kondisi sengkarut ini, DPRD Pesibar memutuskan Pemkab tidak terburu-buru melakukan seleksi terhadap TKD yang telah rela berkorban mengabdi dengan upah yang kecil. Sebab, mayoritas TKD adalah putra-putri Pesibar yang butuh pekerjaan.
“Karena itu kita putuskan tidak ada pengurangan. Jumlahnya tetap seperti tahun sebelumnya. Seleksi kita tunda sampai kita punya anggaran untuk membayar jasa pihak ketiga yang profesional,” ujar Choiril Iswan, anggota Banggar DPRD Pesibar.
Meski rapat maraton antara DPRD dengan pemerintah mengarah pada penundaan pengurangan, ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Laporan TKD yang diputus kontraknya terus berdatangan ke gedung wakil rakyat. (daniel ngantung/andi saputra)