Pesisir Barat – Jauh di ujung perbatasan Provinsi Lampung, tepatnya di Kabupaten Pesisir Barat, ada sebuah keluarga yang sangat memprihatinkan, dan memerlukan perhatian Pemerintah Daerah (Pemkab) setempat. Keluarga ini, harus banting tulang menjadi buruh untuk menafkahi ketiga anaknya yang masih duduk di bangku sekolah Dasar. Ironinya. Yudi (50) merupakan kepala keluarga, yang juga petani kopi dan tinggal di Dusun Kayulama, Pekon (Desa) Pemancar, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir Barat, tak mampu lagi menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga.
Kegigihan dan kekuatan Yudi mencari nafkah pun hilang, sejak 17 tahun silam. Ia terserang tumor ganas, tepat di kaki kanannya. Keadaan ini juga, yang membuat Sunoto (17) anak tertuanya tak mampu melanjutkan sekolahnya (berhenti), sekaligus menggantikan posisi bapaknya yang sedang sakit untuk mencari nafkah.
Kondisi Yudi dalam dua bulan terakhir, begitu memprihatinkan. Jangankan untuk bekerja dikebun, menuju kamar mandi saja ia harus merangkak. Tendon achilles dan ligamen pada kaki pria paruh baya ini, tak berfungsi dengan baik. Tulang tarsal, metatarsal dan falang pada kakinya tidak bekerja dengan benar. Semua ini dikarenakan, tumor ganas yang menyerang kaki kanannya semakin membesar. Itulah kondisi atau pendieritaan Yudi, yang di sampaikan Ela (istrinya) pada Harianwarna.ID, di kediamannya, Jum’at (19/2/2021).
“Dulu saat berobat di rumah sakit Liwa, pihak RS menganjurkan kaki saya diamputasi tapi saya tolak. Gimana mau kerja kalau tidak punya kaki?. Tapi sekarang, tumornya makin besar dan sakitnya bukan main,” ujar Yudi menahan sakit.
Meskipun telah memiliki KIS PBI (Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran), bukan berarti Yudi lepas dari masalah. Pasalnya, untuk biaya perjalanan berobat pun tidak ada.
“Kalo ke rumah sakit sih gratis, tapi kesana-kemarinya kan tetap butuh biaya. Saya sangat berharap, ada yang mau membantu kami sekeluarga, sekadar meringankan beban kami,” jelasnya.
Sebenarnya, Tumor menyerang kaki kanan Yudi sejak 17 tahun silam. Namun selama kurun waktu itu, Yudi memaksa dirinya tetap bekerja di kebun kopi. Dengan menggunakan tongkat buatan sendiri, ia tetap mengerjakan aktivitas di kebun seperti membersihkan gulma, menyemprot pestisida dan insektisida, hingga meranting batang kopi.
Namun memasuki Januari 2021, seiring tumor pada kaki kanannya makin membesar hingga sebesar buah semangka, ia mengaku tak lagi mampu bekerja di kebun. Bukan hanya itu, ia bahkan jadi sulit tidur sebab rasa nyeri yang menyerang.
“Sampai kurus badan saya, karena kurang tidur. Bahkan pada cuaca sepanas ini, kaki saya ini sangat dingin dan perih,” keluh Yudi.
Kondisi penyakit Yudi yang terus memburuk, bahkan mulai berdampak serius pada seluruh anggota keluarganya. Sunoto (17) putra pertamanya, sekarang sudah putus sekolah kini beralih menjadi buruh serabutan.
“Beginilah kondisi kami saat ini, Kadang saya ngojek. Biar bisa membantu makan keluarga,” ucap Sunoto polos.
Ela, istri Yudi bahkan sudah sejak lama bekerja sebagai buruh tani serabutan untuk membantu menafkahi kelurga mereka. Pasalnya, keterbatasan Yudi dalam bekerja menyebabkan pendapatan keluarga ini selalu minus dibanding pengeluaran.
Sebab, selain untuk mengobati Yudi, Ela dan Sunoto juga harus menghidupi Eis Purnama Sari (10) dan Muhammad Jujun (7). Eis sekarang duduk di kelas 4 SD sedangkan Jujun baru masuk SD.
Meski ibu dan anak kompak banting tulang, secara kasat mata terlihat jelas keluarga ini masih menyandang masalah sosial. Untuk memenuhi kebutuhan dasar saja, keluarga ini tampak kepayahan. Merujuk Permensos RI, keluarga Yudi tentu masuk kategori FMOTM (Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu).
Ditengah semua kesulitan yang berkecamuk, lelaki penderita tumor ini tetap tertawa lebar disela obrolan dengan sejumlah tamu yang bertandang ke rumahnya. Semangatnya terus menyala,
”saya masih mau mencari jalan pengobatan. Apapun keputusan medis kalau keluarga setuju saya ikhlas di amputasi.” Kata Yudi.
Dalam celotehnya yang ramah, Ela dan ketiga buah hatinya berharap kesembuhan menghampiri sang ayah. Agar kehidupan kembali seperti sediakala. Dimana, ketika sang ayah sehat bekerja, penuh riang gembira. Sehingga, mampu menafkahi keluargamya. Namun, keluarga ini tak lelah berdoa. Agar, kesulitan mereka mendapat uluran tangan penderma menjadi nyata, sehingga dapat meringankan derita mereka. (Andi Saputra)