Ketika kita membaca sejarah kerajaan Majapahit, begitu kompleks. Dari berdiri, sampai berjayanya sebuah kerajaan baru. Perjalanan begitu panjang, dan penuh tantangan, demi membamgun sebuah negeri yang tersohor. Pengorbanan jiwa raga di pertaruhkan, dan tidak sedikit prajurit yang gugur dalam medan peperangan.
Setelah menaklukkan Jaya Katwang, Raja Kediri. Akhirnya Raja Majapahit (Raden Wijaya) menunjuk “Nambi” sebagai Mahapatih. Di tengah penunjukkan Nambi, ada seorang prajurit yang sakti dan telah berkorban membantu Raden Wijaya menaklukkan Kediri yakni Ranggalawe, tidak setuju atas penobatan Nambi sebagai Patih Kerajaan. Sebab dalam pengamatannya, Nambi tidak terlalu berjuang membantu Raden Wijaya dalam menaklukkan Jayakatwang. Menurut Ranggalawe, masih banyak yang lebih berjasa daripada Nambi. Namun, Raden Wijaya tetap pada pendiriannya.
Dari sejarah diatas, apa.hikmah yang bisa di petik?. Apakah Penobatan Nambi bisa di katogorikan “Telur Mata Sapi?”, semua kita kembalikan pada pemikiran masing-masing. Namun, jika kita buka cerita tentang Kisah Adipati Tuban (Ranggalawe) dapat di simpulkan “telur mata sapi” mendekati kebenaran. Sehingga, Ranggalawe di anggap pemberontak oleh kerjaan maka terjadilah “Pemberontakan Ranggalawe”. Dan Pemberontakan mahapatih “Nambi”. Ini sebagian dari cerita majapahit.
Selain cerita Majapahit, ada sebuah cerita fiksi yang datangnya dari Kerajaan Antah Brantah. Dimana terkenal juga menganut Kata Telur mata sapi, demi ambisi menduduki sebuah jabatan. Bahkan, berkat ketidakcerdasan Raja membuat para pendekar pendekar “lidah berbisa” yang tidak berjuang menjadi Mahapatih, senopati atau punggawa dalam kerajaannya. Mirisnya lagi, para pendekar “lidah berbisa” di manjakan oleh kerajaan untuk berbuat apa saja yang penting menguntungkan bagi kerajaan.
Keadaan inilah, membuat pendekar yang telah berjuang mengamankan kerajaannya tersingkir. Hebatnya lagi, berkat Lidah berbisanya para punggawa atau senopati baru itupun di bekali ilmu baru oleh kerajaan. Mereka (Lidah Berbisa) Di tunjuk kerajaan, untuk menuntut salah ilmu pamungkuas dari jabatannya ke Negeri lain. Sedangkan yang lama, di lupakan dan di tinggalkan.
Dari dua cerita kerajaan yang berbeda, dapat kita menyimpulkan ada dua kata yang merugikan orang lain. Pertama, “Telur Mata Sapi”, kedua “Diskriminatif”. Ya, jika kita gabungkan maka akan menjadi sebuah judul yakni “Telur Mata Sapi Dan Diskriminatif”. Itulah yang terjadi dari kerajaan antah brantah yang tak tau “Budi” orang lain. Miris melihat cerita kerajaan antah brantah saat ini, sang raja pun duduk manis dan mencari aman. Semua masalah yang datang di akomodirnya, namun tak satupun realisasinya. Filosofi bermain sepakbola, telah di terapkan dan di jadikan Raja sebagai ilmu politik.
Penulis. : Rolly Johan, SH