KOTABUMI – Sejak dua tahun belakangan ini, Satuan Polisi Pamong Praja Lampung Utara tidak lagi melakukan razia penyakit masyarakat dan sejenisnya. Alasannya, anggaran untuk kegiatan tersebut ditiadakan.
“Sudah dua tahun ini, enggak pernah ada lagi razia penyakit masyarakat. Penyebabnya karena anggarannya enggak ada,” dalih Kepala Bidang Penegak Perda dan Disiplin ASN di Satuan Polisi Pamong Praja Lampung Utara, Nizar Agung, Selasa (21/12/2021).
Ia juga mengatakan, kondisi seperti ini akan tetap berlangsung hingga akhir tahun 2022 mendatang. Penyebabnya, masih sama karena keterbatasan anggaran. Padahal, ia telah berulang kali mengupayakan agar anggaran itu dapat tersedia supaya kegiatan itu dapat terlaksana.
“Untuk tahun 2022 mendatang juga dipastikan enggak akan ada razia karena keterbatasan anggaran,” jelasnya.
Meski menganggap kegiatan ini sangat penting, namun Nizar mengaku, tidak bisa berbuat apa – apa untuk merealisasikan razia tersebut. Padahal, jika dilihat dari segi manfaatnya, kegiatan ini terbilang cukup bermanfaat. Manfaat – manfaatnya di antaranya berkaitan erat dengan ketertiban umum dan keindahan kota.
“Kegiatan ini mencakup di antaranya penertiban spanduk atau banner, perizinan usaha, penyakit masyarakat, PKL, dan tunawisma. Tapi, karena enggak ada anggaran maka terpaksa enggak bisa dilakukan,” ucap dia.
Disinggung mengenai besaran anggaran yang dibutuhkan, Nizwar mengatakan, jumlahnya mencapai sekitar Rp500-an juta/tahunnya. Jika dilihat dari jumlahnya memang dapat dikatakan besar. Namun, anggaran sebesar itu memang diperlukan karena banyaknya pihak yang terlibat dalam kegiatan ini. Keterlibatan sejumlah pihak seperti sejumlah perangkat daerah lain dan juga unsur TNI/Polri memang diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018.
“Anggaran itu di antaranya dipergunakan untuk honor tim dan semua pihak yang terlibat di dalamnya,” ujarnya.
Lantaran tidak dapat menggelar razia tersebut, Nizar mengatakan, mereka paling hanya bisa melakukan langkah persuasif non yudisial saat mendapati adanya pelanggaran. Maksimal sanksinya hanya berupa teguran saja pada para pihak yang kedapatan melanggaran Perda.
“Praktis, kami hanya bisa melakukan pemantauan, pengawasan, dan imbauan. Sanksinya paling hanya berupa teguran saja,” ucap dia.
Sebelumnya, Desa Melungunratu dan Desa Pagargading gagal mengikuti Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak pada 8 Desember mendatang. Penyebabnya, Pilkades untuk kedua desa itu hanya diikuti oleh satu orang peserta. Dengan kegagalan kedua desa tersebut menggelar Pilkades maka total desa yang menggelar Pilkades menjadi 141 desa. (*)