“Inspektur Gagal..?“
Oleh : Rolly Johan
Jum’at, 21 Juli 2023
Bicara kegiatan ekstrakurikuler/Non Formal memang sangat menarik, dimana kegiatan inilah yang akan menjadi cikal bakal seseorang untuk dikenal, pintar, berani, berwawasan, dalam berorganisasi. Di mulai dari masa sekolah dasar, sampai perguruan tinggi semua ada kegiatan ekstrakurikuler. Dengan tujuan mendidik siswa menjadi tumbuh dewasa baik pemikiran dan pribadi dalam kesehariannya, sehingga dengan bekal ilmu yang di serap dalam berorganiasi dapat di kembangkan di tengah-tengah masyarakat.
Jujur saja kegiatan ekstrakurikuler ini sangat saya sukai dan lakoni sejak kelas 2 Sekolah dasar sampai menengah atas, seperti Pramuka dari tangkat siaga sampai Bantara, Pecinta Alam, olahraga (Sepakbola, Catur, Biliar, Badminton) dan memancing.
Begitu juga saat di bangku kuliah, sempat menghidupkan dan menjadi ketua Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) dan organisasi Kepemudaan (OKP).
Saat itu saya di hadapkan dengan dua pilihan, study atau ekstrakurikuler yang di kedepankan. Jika kegiatan non formal saya pilih, maka study saya akan berantakan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi Drop Out dari dunia pendidikan karena konsentrasi terbelah karena tidak fokus mengikuti kuliah. Hingga pada akhirnya, saya memutuskan untuk menyelesaikan study sampai selesai.
Bicara prestasi ekstrakurikuler, saya sempat juara I Catur Tingkat Pelajar Lampung Utara, sepakbola aktif bergabung dengan club Persetas, dan sempat membuat club PS Cola (Kompi Lama), biliyar juga demikian, khusus biliar saya berjanji berhenti main sejak tahun 1990 tepat umur 16 tahun dan mulai lagi di tahun 2021 dan lain sebagainya. Semua kegiatan olahraga ini saya lakoni sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah atas (SMA).
Mengapa saya menceritakan ini, agar apa yang saya alami menjadi referensi berfikir manakala anak cucu mengalami hal serupa. Ada yang harus di korbankan, prestasi atau study?. Semua tergantung dengan yang melakoninya, pilihan mana yang paling tepat.
Saya juga tidak menyalahkan kegiatan non formal menjadi prioritas seseorang, sebab itu merupakan sebuah pilihan. Biasanya ini terjadi saat usia muda rata-rata di bawah umur 25 tahun, selebihnya akan memilih jalan untuk masa depannya. Namun yang menjadi penyesalan saya adalah, ketika kegiatan non formal ini dilakoni dan menjadi prioritas sesorang yang sudah mempunyai pekerjaan tetap, jelas dan pasti kegiatan tersebut akan mengganggu baik pikiran, waktu, serta konsenstrasinya.
Inilah sekarang yang terjadi pada diri inspektur vijay, terlalu banyak kegiatan non formal yang di ikuti dan dikuasainya, wajar saja kepadatan kegiatan tersebut membuat dirinya jarang terlihat di tempat kerjanya, sebab Inspektur vijay lebih sibuk dengan kegiatan non formalnya.
Untuk menutupi kelemahannya ini, inspektur melimpahkan pekerjaan tetapnya kepada orang kepercayaannya yakni sekretarisnya. Namun ini tidak berjalan mulus, seiring kian banyaknya pelimpahan tugas dari inspektur vijay, sang sekretaris mengangkat bendera putih tanda tak kuat bahkan sering sakit-sakitan dan memilih hijrah alias pindah ke daerah lain.
Sampai disini timbul pertanyaan saya, mengapa inspektur vijay begitu semangat menguasai beberapa kegiatan non formal tersebut, apakah tidak ada orang lebih pantas selain inspektur, atau dirinya ingin mencari sejarah, atau ingin mencari panggung agar lebih di kenal dan diakui, ataukah ini aji mumpung, sebab seumur hidupnya belum pernah ikut organisasi..?. Sehingga terkesan seperti orang yang baru mengenal panggung, lupa diri dan asal usul, hingga membuatnya kamaruk untuk menguasai beberapa organisasi.
Sebenarnya kegiatan ini hanya penunjang dan bukan prioritas, sebab tugas/peran inspektur vijay jelas dan begitu penting. Dimana setiap, bulan dan tahun, dirinya harus melakukan pembinaan di semua sektor. Sehingga dengan pembinaan tersebut, dapat meminimalisir kesalahan yang dilakukan semua sektor binaannya. Apalagi mengingat saat ini, daerah binaannya semakin terpuruk secara ekonomi (kemiskinan), kejahatan, dan matinya pembangunan.
Ironinya, keadaan ini tidak menyurutkan aktivitas non formalnya bahkan semakin menjadi. Sementara, semua sektor menunggu dna butuh binaan, perlindungan dari rasa ketakutan dalam menjalankan pekerjaan. Bisa di buktikan, Imbas dari prilaku inspektur, semua pekerjaan tidak berjalan meskipun telah di perintahkan.
Jika tidak ingin di katakan gagal dalam mengemban amanat/tugas formalnya, sebaiknya Inspektur vijay segera mengurangi kegiatan yang bersifat non formal dan kembali melaksanakan tugasnya sebagai inspektur.
Atau paling tidak, Inspektur segera menentukan pilihan, mundur dari jabatan formalnya atau mengurangi kegiatan non formal. Sebab, apapun keberhasilan kegiatan non formal tidak akan berarti karena kegiatan itu bukan untuk kemajuan daerah, melainkan untuk kepentingan dan kepuasan pribadi. (*)