IMM Lampura Tolak Penundaan Pemilu

Screenshot 20220407 190036

KOTABUMI –  Dewan Pimpiman Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadyah Lampung utara menolak tegas wacana penundaan pemilu 2024, serta perpanjangan masa jabatab Presiden.

Hal ini sangat jelas bertentangan dengan  Pasal 22E Ayat (1) UUD yang berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Perihal penyelenggaraan pemilu 5 tahun sekali juga diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, “Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali’.

Dengan dasar inilah, maka Dewan pimpinan cabang ikatan Mahasiswa Muhammadyah Lampung Utara menilai wacana penundaan pemilu 2024 ini sama sekali tidak memiliki dasar hukum, sekaligus akan mendukung aksi yamg di lakukan ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2022) lalu.

Ketua bidang Hikmah Dan Advokasi Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadyah Lampung Utara, Teguh Wira Mahardhika mengatakan penundaan pemilu tahun 2024 ini mencederai nilai-nilai demokrasi yang kita anut.

“Ini adalah langkah Inkonstitusi berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang pemilihan umum, Bahkan melanggar pasal 7 dalam undang-undang dasar 1945,” kata Teguh, Kamis (7/4/2022).

“Walaupun diundur hanya beberapa bulan,Harusnya pemerintah menyebutkan landasan yang dapat memperkuat urgency mengapa pemilu harus diundur,Karena kalau dihitung dari tahun 2022 hingga 2024 masih ada waktu yang cukup panjang untuk memperbaiki perekonomian negara,” Katanya.

“Lagi pula menghabiskan anggaran untuk penyelenggaraan pemilu bukanlah hal yang sia-sia karena itu adalah konsekuensi logis dari penerapan demokrasi.
Tidak ada yang mubazir kalau itu demi keadilan!,” Tegas teguh.

“Selain itu mengenai statement dari pihak-pihak terkait mengenai penghentian pembahasan isu penundaan pemilu 2024,Menurut teguh bagi negara demokrasi, masyarakat memiliki kebebasan dalam memberikan pendapat.

“Berbeda ketika di era Orde Baru di mana partai politik hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak boleh berbicara.Rakyat yang sedang menyuarakan pendapatnya memang berhak bersuara,Sangat tidak etis apabila di era ini kita tak berhak lagi menyuarakan pendapat,” Ujar teguh. (Amaliah)

Please Post Your Comments & Reviews

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *